WAKALAH
, SULHU dan RAHNU
A. PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Wakalah (perwakilan), sulhu (perdamaian) dan rahnu
(penggadaian) yang baik dan benar adalah yang bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah ketiga hal tersebut telah diatur dan dijelaskan dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah, tetapi pada saat sekarang ini banyak terjadi kekurangan atau ketidak
sempurnaan bahkan bisa menyalahi dari ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah
mengenai wakalah, sulhu dan rahnu. Oleh karena itu, timbullah sebuah masalah
yaitu bagaimana cara melaksanakan ketiga hal tersebut sesuai dengan ketentuan
Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan
dalam melaksanakan ketiga hal tersebut.
Rumusan
Masalah
- Apa yang dimaksud dengan wakalah, hukumnya, rukunya, syaratnya, serta hikmahnya?
- Apa yang dimaksud dengan sulhu, hukumnya, rukun dan syaratnya, macam-macam dan hikmahnya?
- Apa yang dimaksud dengan rahnu, hukumnya, syaratnya dan hikmahnya?
B.
PEMBAHASAN
Wakalah
- Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan,
sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada
orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu
yang ditentukan.
- Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa
menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah pekerja yang haram atau dilarang
oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus mewakilkan dalam
pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah SWT. Berfirman:
فَابْعَثُوْاأَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِِهِ إِلَى الْمَدِيْنَةٍ
”Maka
suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu
ini” (QS. Al Kahfi : 19).
Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan
sesuatu pekerjaan kepada orang lain. Rasulullah SAW. bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ وَكَّلَنِى رَسُوْلُ اللهِ ص م بِحِفْظٍ زَكَاةٍ رَمَضَانَ وَأَعْطَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ غَنَمًا يَقْسِمُهَا عَلَى صَحَابَتِهِ (رواه البخارى)
“Dari
Abu Hurairah ra.berkata : “Telah mewakilkan Nabi SAW kepadaku untuk
memelihara zakat fitrah dan beliau telah memberi Uqbah bin Amr
seekor kambing agar dibagikan kepada sahabat beliau” (HR. Bukhari).
Kebolehan mewakilkan ini pada umumnya dalam
masalah muamalah. Misalnya mewakilkan jual beli, menggadaikan barang, memberi
shadaqah / hadiah dan lain-lain. Sedangkan dalam bidang ‘Ubudiyah ada
yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh misalnya mewakilkan haji bagi
orang yang sudah meninggal atau tidak mampu secara fisik, mewakilkan memberi
zakat, menyembelih hewan kurban dan sebagainya. Sedangkan yang tidak boleh
adalah mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan dengan itu seperti
wudhu.
- Rukun dan Syarat Wakalah
a. Orang yang mewakilkan / yang
memberi kuasa.
Syaratnya :
Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan tersebut.
b. Orang yang mewakilkan / yang
diberi kuasa.
Syaratnya :
Baligh dan Berakal sehat.
c. Masalah / Urusan yang
dikuasakan. Syaratnya jelas dan dapat
dikuasakan.
d. Akad
(Ijab Qabul). Syaratnya dapat dipahami kedua belah pihak.
- Syarat Pekerjaan Yang Dapat Diwakilkan
a.
Pekerjaan tersebut diperbolehkan agama.
b.
Pekerjaan tersebut milik pemberi kuasa.
c.
Pekerjaan tersebut dipahami oleh orang yang diberi kuasa.
- Habisnya Akad Wakalah
a. Salah
satu pihak meninggal dunia
b.
Jika salah satu pihak menjadi gila
c.
Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi wewenang
d.
Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.
- Hikmah Wakalah
a. Dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai kemampuan
dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya. Misalnya tidak setiap
orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua orang dapat
belanja sendiri dan lain-lain.
b. Saling tolong
menolong diantara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan bantuan orang
lain.
c. Timbulnya
saling percaya mempercayai diantara sesama manusia. Memberikan kuasa pada orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan
pada pihak lain.
Sulhu
- Pengertian Sulhu
Sulhu
menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian
perdamaian diantara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan
perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan
(memperbaiki hubungan kembali).
- Hukum Sulhu
Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan atau perintah Allah SWT, didalam Al-Qur’an :
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat” (Qs. Al Hujurat : 10).
وَالصُّلْحُ خَيْرٌ
“Perdamaian itu amat baik” (QS. An Nisa’ : 128).
- Rukun dan Syarat Sulhu
a. Mereka yang sepakat
damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
b. Tidak ada paksaan.
c. Masalah-masalah yang
didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d. Jika
dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang disintir dalam Al-Qur’an An Nisa’ : 35.
- Macam-macam Perdamaian
Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai
berikut :
a.
Perdamaian antar sesama muslim
b. Perdamaian
antar sesama muslim dengan non muslim
c. Perdamaian
antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam).
d. Perdamaian antara suami istri.
e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.
- Hikmah Sulhu
a. Dapat
menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur
tangan pihak lain.
b. Dapat
meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
c. Dapat
menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan diantara sesama.
d. Menjunjung
tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.
Allah SWT berfirman :
فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوْا
“Jika
golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil dan berlaku adilah” (QS. Al Hujurat).
e.
Mewujudkan kebahagiaan hidup baik individu maupun kehidupan masyarakat.
Rahnu (Penggadaina)
- Pengertian rahnu
Gadai ialah
menjadikan suatu benda yang berupa harta dan ada harganya, sebagai jaminan
hutang dan akan dijadikan pembayaran hutangnya jika hutang itu tidak dapat
dibayar. Jika orang yang menghutangi telah menerima sebagian haknya atau
penbayaran hutang, tidak harus mengemablikan sebagian dari barang jaminan,
kecuali sampai piutangnya itu lunas.
2.
Hukum
Al Rahnu
Sistem hutang piutang dengan gadai ini
diperbolehkan dan disyariatkan dengan dasar Al Qur’an, Sunnah dan ijma’ kaum
muslimin.
Dalil Al Qur’an adalah firman Allah:
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Jika kamu dalam
perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya
ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. 2:283).
- Syarat gadai menggadai
a. Ijab Kabul yakni, tanda serah terima.
b. Syarat harta yang digadaikan ialah benda
yang sah dijual.
c. Orang yang menggadaikan dan yang menerima
gadaian itu akil balig, dan tidak dilarang mempergunakan hartanya dan dilakukan
dengan kemauannya.
d. Tidak boleh merugikan orang yang menggadai.
e. Tidak merugikan orang yang menerima gadai.
4.
Hikmah
Pensyariatannya
Setiap orang berbeda-beda keadaannya, ada yang
kaya dan ada yang miskin, padahal harta sangat dicintai setiap jiwa. Lalu
terkadang seorang disatu waktu sangat butuh kepada uang untuk menutupi
kebutuhan-kebutuhannya yang mendesak dan tidak mendapatkan orang yang
bersedekah kepadanya atau yang meminjamkan uang kapadanya, juga tidak ada
penjamin yang menjaminnya. Hingga ia mendatangi orang lain membeli barang yang
dibutuhkannya dengan hutang yang disepakati kedua belah pihak atau meminjam
darinya dengan ketentuan memberikan jaminan gadai yang disimpan pada pihak
pemberi hutang hingga ia melunasi hutangnya.
Oleh karena itu Allah mensyariatkan Al Rahn
(gadai) untuk kemaslahatan orang yang menggadaikan (Raahin), pemberi hutangan
(Murtahin) dan masyarakat.
C.
KESIMPULAN
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan,
sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada
orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu
yang ditentukan. Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah
yaitu perjanjian perdamaian diantara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat
juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau
permusuhan (memperbaiki hubungan kembali). Gadai ialah menjadikan suatu benda yang berupa harta dan ada harganya,
sebagai jaminan hutang dan akan dijadikan pembayaran hutangnya jika hutang itu
tidak dapat dibayar. Jika orang yang menghutangi telah menerima sebagian haknya
atau penbayaran hutang, tidak harus mengemablikan sebagian dari barang jaminan,
kecuali sampai piutangnya itu lunas.
D.
DAFTAR
PUSTAKA
Rifa’i,
Moh. 1999. Ilmu fiqih Islam Lengkap. Semarang
: CV. Toha Putra
Rasjid,
Sulaiman. 2005. Fiqih Islam. Bandung
: Sinar Baru Algensindo
Rahman,
Abdul. Rofiq, Ahmad. 1987. Fiqih.
Bandung : Amri CO
http://detik-ilmu.blogspot.com/2012/01/wakalah-dan-sulhu.html
http://pengusahamuslim.com/tentang-gadai-al-rahn