Sabtu, 29 September 2012

Wakalah, Sulhu dan Rahnu


WAKALAH , SULHU dan RAHNU

A.      PENDAHULUAN
Latar Belakang
                        Wakalah (perwakilan), sulhu (perdamaian) dan rahnu (penggadaian) yang baik dan benar adalah yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah ketiga hal tersebut telah diatur dan dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, tetapi pada saat sekarang ini banyak terjadi kekurangan atau ketidak sempurnaan bahkan bisa menyalahi dari ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah mengenai wakalah, sulhu dan rahnu. Oleh karena itu, timbullah sebuah masalah yaitu bagaimana cara melaksanakan ketiga hal tersebut sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan dalam melaksanakan ketiga hal tersebut.

Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan wakalah, hukumnya, rukunya, syaratnya, serta hikmahnya?
  2. Apa yang dimaksud dengan sulhu, hukumnya, rukun dan syaratnya, macam-macam dan hikmahnya?
  3. Apa yang dimaksud dengan rahnu, hukumnya, syaratnya dan hikmahnya?










B.      PEMBAHASAN

Wakalah

  1. Pengertian Wakalah

Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.

  1. Hukum Wakalah

Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah pekerja yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus   mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah SWT. Berfirman:

فَابْعَثُوْاأَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِِهِ إِلَى الْمَدِيْنَةٍ                                        
”Maka suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu ini”  (QS. Al Kahfi : 19).

Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain. Rasulullah SAW. bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ وَكَّلَنِى رَسُوْلُ اللهِ ص م بِحِفْظٍ زَكَاةٍ رَمَضَانَ وَأَعْطَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ عُقْبَةَ  بْنِ عَامِرٍ غَنَمًا يَقْسِمُهَا عَلَى صَحَابَتِهِ (رواه البخارى)             
“Dari Abu Hurairah ra.berkata : “Telah mewakilkan Nabi SAW kepadaku untuk memelihara   zakat fitrah dan beliau telah memberi Uqbah bin Amr seekor kambing agar dibagikan kepada sahabat beliau” (HR. Bukhari).

Kebolehan mewakilkan ini pada umumnya dalam masalah muamalah. Misalnya mewakilkan jual beli, menggadaikan barang, memberi shadaqah / hadiah dan lain-lain.  Sedangkan dalam bidang ‘Ubudiyah ada yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh misalnya mewakilkan haji bagi orang yang sudah meninggal atau tidak mampu secara fisik, mewakilkan memberi zakat, menyembelih hewan kurban dan sebagainya. Sedangkan yang tidak boleh adalah mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan dengan itu seperti wudhu.

  1. Rukun dan Syarat Wakalah

a. Orang yang mewakilkan / yang memberi kuasa.
    Syaratnya : Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan tersebut.
b. Orang yang mewakilkan / yang diberi kuasa.
    Syaratnya : Baligh dan Berakal sehat.
c. Masalah / Urusan yang dikuasakan. Syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.
d. Akad (Ijab Qabul). Syaratnya dapat dipahami kedua belah pihak.

  1. Syarat Pekerjaan Yang Dapat Diwakilkan

a.       Pekerjaan tersebut diperbolehkan agama.
b.      Pekerjaan tersebut milik pemberi kuasa.
c.       Pekerjaan tersebut dipahami oleh orang yang diberi kuasa.

  1. Habisnya Akad Wakalah

a.      Salah satu pihak meninggal dunia
b.      Jika salah satu pihak menjadi gila
c.      Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi wewenang
d.      Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.

  1. Hikmah Wakalah

a.  Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya. Misalnya tidak setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua orang dapat belanja sendiri dan lain-lain.
b.   Saling tolong menolong diantara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan bantuan orang lain.
c.   Timbulnya saling percaya mempercayai diantara sesama manusia. Memberikan kuasa pada  orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.

Sulhu
  1. Pengertian Sulhu

                Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian perdamaian diantara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).

  1. Hukum Sulhu

Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau perintah Allah SWT, didalam Al-Qur’an :
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs. Al Hujurat : 10).

وَالصُّلْحُ خَيْرٌ                                                                           
            “Perdamaian itu amat baik” (QS. An Nisa’ : 128).

  1. Rukun dan Syarat Sulhu

a.    Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
b.    Tidak ada paksaan.
c.     Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d.     Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang disintir dalam Al-Qur’an An Nisa’ : 35.

  1. Macam-macam Perdamaian

Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :
a.     Perdamaian antar sesama muslim
b.     Perdamaian antar sesama muslim dengan non muslim
c.     Perdamaian antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam).
d.    Perdamaian antara suami istri.
e.    Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.

  1. Hikmah Sulhu

a.   Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur tangan pihak lain.
b.    Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama  manusia.
c.    Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan diantara sesama.
d.    Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.

Allah SWT berfirman :

فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوْا                                       
“Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adilah” (QS. Al Hujurat).

e.       Mewujudkan kebahagiaan hidup baik individu maupun kehidupan masyarakat.


 Rahnu (Penggadaina)
  1. Pengertian rahnu
Gadai ialah menjadikan suatu benda yang berupa harta dan ada harganya, sebagai jaminan hutang dan akan dijadikan pembayaran hutangnya jika hutang itu tidak dapat dibayar. Jika orang yang menghutangi telah menerima sebagian haknya atau penbayaran hutang, tidak harus mengemablikan sebagian dari barang jaminan, kecuali sampai piutangnya itu lunas.
2.       Hukum Al Rahnu
Sistem hutang piutang dengan gadai ini diperbolehkan dan disyariatkan dengan dasar Al Qur’an, Sunnah dan ijma’ kaum muslimin.
Dalil Al Qur’an adalah firman Allah:
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 2:283).
  1. Syarat gadai menggadai
a.       Ijab Kabul yakni, tanda serah terima.
b.      Syarat harta yang digadaikan ialah benda yang sah dijual.
c.       Orang yang menggadaikan dan yang menerima gadaian itu akil balig, dan tidak dilarang mempergunakan hartanya dan dilakukan dengan kemauannya.
d.      Tidak boleh merugikan orang yang menggadai.
e.      Tidak merugikan orang yang menerima gadai.

4.       Hikmah Pensyariatannya
Setiap orang berbeda-beda keadaannya, ada yang kaya dan ada yang miskin, padahal harta sangat dicintai setiap jiwa. Lalu terkadang seorang disatu waktu sangat butuh kepada uang untuk menutupi kebutuhan-kebutuhannya yang mendesak dan tidak mendapatkan orang yang bersedekah kepadanya atau yang meminjamkan uang kapadanya, juga tidak ada penjamin yang menjaminnya. Hingga ia mendatangi orang lain membeli barang yang dibutuhkannya dengan hutang yang disepakati kedua belah pihak atau meminjam darinya dengan ketentuan memberikan jaminan gadai yang disimpan pada pihak pemberi hutang hingga ia melunasi hutangnya.
Oleh karena itu Allah mensyariatkan Al Rahn (gadai) untuk kemaslahatan orang yang menggadaikan (Raahin), pemberi hutangan (Murtahin) dan masyarakat.


















C.      KESIMPULAN

Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan. Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian perdamaian diantara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali). Gadai ialah menjadikan suatu benda yang berupa harta dan ada harganya, sebagai jaminan hutang dan akan dijadikan pembayaran hutangnya jika hutang itu tidak dapat dibayar. Jika orang yang menghutangi telah menerima sebagian haknya atau penbayaran hutang, tidak harus mengemablikan sebagian dari barang jaminan, kecuali sampai piutangnya itu lunas.




















D.      DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Moh. 1999. Ilmu fiqih Islam Lengkap. Semarang : CV. Toha Putra
Rasjid, Sulaiman. 2005. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Rahman, Abdul. Rofiq, Ahmad. 1987. Fiqih. Bandung : Amri CO